Sabtu, 31 Januari 2015

Politikus PDIP Sebut Komjen Budi Korban Kriminalisasi

Minggu, 01/02/2015 14:27 WIB


Rivki - detikNews









Jakarta - PDIP menyebut Komjen Budi Gunawan seolah dikriminalisasi terkait kisruh KPK Vs Polri. Kriminalisasi atas Budi Gunawan terkait banyaknya tudingan yang menyebut calon Kapolri itu bukan sosok polisi bersih.

"Tidak bersih dalam perspektif apa? Laporan Hasil Analisis PPATK dia dianggap wajar, dia juga belum divonis statusnya tersangka," ujar anggota Divisi Hukum PDIP Ateria Dahlan di Resto Bakoel Cafe, Jl Cikini Raya, Jakarta, Minggu (1/2/2015).


Ateria menyebut kriminalisasi terhadap Budi Gunawan terkait adanya isu jenderal bintang tiga itu titipan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Dia membantah isu itu dan menegaskan tidak ada titipan dari siapa pun terkait penetapan Kapolri.


"Itu domain Pak Jokowi, monggo ditanya apakah ada tekanan saat menetap BG? Tapi ada opini seperti itu apakah ini tidak kriminalisasi?" ucap Ateria.


Atas adanya tuduhan-tuduhan itu, Ateria menganggap Polri seolah menjadi korban kriminalisasi. Dia juga menegaskan, PDIP tidak ada maksud untuk menghancurkan KPK.


"Kami cinta KPK tidak mungkin dihancurkan, karena KPK sendiri terbentuk di zaman Bu Mega," ujarnya.




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(rvk/trq)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.








Foto Video Terkait











Sponsored Link


Twitter Recommendation



Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Mengenal Lebih Jauh Sarpin Rizaldi, Hakim Praperadilan Kasus Komjen BG

[unable to retrieve full-text content]
Sidang praperadilan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) akan dipimpin hakim tunggal Sarpin Rizaldi. Sosoknya dianggap kontroversial. Siapa sebenarnya Sarpin?

Ahok Belum Komunikasikan Ide Mobil Bayar Masuk Jalur TransJ

Minggu, 01/02/2015 14:07 WIB


Ferdinan - detikNews

Halaman 1 dari 2






detikFoto

Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali melempar wacana terkait kebijakan di Pemprov. Ahok mewacanakan agar mobil pribadi diperbolehkan masuk jalur khusus bus TransJakarta, namun dikutip bayaran.

Wacana ini ternyata belum jadi bahasan utama Ahok bersama pihak terkait. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Benjamin Bukit mengatakan, ide sang gubernur belum pernah disinggung langsung.


"Belum ada komunikasi ke Lantas Polda, ke kita, jadi masih ide Pak Gubernur," kata Benjamin saat dihubungi, Minggu (1/2/2015).


Wacana ini muncul karena Ahok ingin memanfaatkan ruang kosong jarak antara (headway) bus TransJ. Ini juga terkait dengan pemberlakukan electronic road pricing (ERP). "Mungkin Beliau melihat satu bus ke bus belakangnya jauh, kenapa nggak isi mobil pribadi?" sambung dia.


Tapi ide ini memang agak sulit terealisasi sebab hanya Koridor I Kota-Blok M yang jalurnya relatif steril dari kendaraan pribadi. "Nah kalau mobil pribadi pakai jalur TransJ, bisa dikenakan biaya," sebut Benjamin.


Di luar wacana ini, Benjamin menegaskan pihaknya mengoptimalkan penindakan terhadap penyerobotan busway. PT TransJakarta berencana memasang CCTV di setiap halte memantau para pelanggar.


"Tahun ini akan dipasang CCTV sehingga kendaraan yang menyerobot langsung tercapture dan Polda yang melakukan enforcement," ujarnya. Next



Halaman 1 2




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(fdn/asp)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.






Foto Video Terkait











Sponsored Link


Twitter Recommendation



Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Ini Dia Tampang 3 Begal Motor yang Meresahkan Warga Depok

[unable to retrieve full-text content]
Dari 5 begal, 3 di antaranya dibekuk polisi, Minggu dini hari (1/2/2015). Umur ketiganya relatif muda. Bahkan ada yang masih berstatus pelajar. Ini dia tampang mereka.

Tim 9 Ikut Pantau Praperadilan Komjen Budi Gunawan





Tim Independen (Intan/Setpres/detikFoto)

Yogyakarta, - Tim Independen/Tim 9 akan ikut memantau jalannya sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jaksel, Senin (2/2) besok. Monitor praperadilan ini dianggap penting sebagai bahan analisis bila Presiden Joko Widodo kembali meminta masukan.

"Ya pasti kita akan monitor dan memantau proses ini," kata Hikmahanto kepada wartawan di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), Minggu (1/2/2015).


Hikmahanto menyoroti objek praperadilan yang diajukan Mabes Polri terkait penetapan status tersangka Komjen Budi yang saat ini masih menjabat Kalemdikpol Polri. Gugatan praperadilan lanjut dia seharusnya terkait penangkapan ataupun penahanan.


"Seperti halnya Komisi Yudisial (KY), kami juga akan memantau, karena sewaktu-waktu presiden akan meminta kita pendapat atau masukan dari kami. Dan tentu kami akan beri masukan," katanya


Namun Tim 9 sambung Hikmahanto tetap menghormati proses persidangan yang nantinya dipimpin hakim tunggal Sarpin Rizaldi. "Kita hormati dan tidak ada intervensi. Kita hormati itu. Tugas kami hanya memberi rekomendasi dan sebagai tim konsultatif yang sewaktu-waktu diminta presiden," katanya.


Disinggung soal belum adanya tindakan presiden Joko Widodo atas masukan Tim 9, Hikmahanto menganggap wajar. Sebab Tim 9 yang dipimpin Ahmad Syafi'i Maarif hanya memberi masukan sebagai tim konsultasi.


"Prinsipnya kami ini tim konsultatif. Tahu diri, bukan lembaga resmi. Presiden perlu masukan, bisa dari kami yang ditunjuk, bisa saja seperti yang kemarin meminta masukan dari Habibie dan Prabowo. Biarlah presiden pada saatnya nanti akan ambil keputusan," kata Hikmahanto.




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(bgs/fdn)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.






Foto Video Terkait




Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Hujan Terus Guyur Jakarta, Ketinggian Pintu Air Masih Normal

Minggu, 01/02/2015 13:15 WIB


M Iqbal - detikNews





Foto: Ilustrasi PA Katulampa (Lamhot/detikFoto)

Jakarta - Hujan deras turun merata di seluruh wilayah DKI Jakarta hingga siang ini. Tapi ketinggian air di sejumlah pintu air yang ada di Jakarta terpantau tetap normal.

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Minggu (1/2/2015) update hingga pukul 12.00 WIB, di 12 pintu air yang ada di Jakarta kondisi ketinggian air masih normal.


Berikut daftar ketinggian air di sejumlah pintu air (PA) tersebut:

1. PA Bendung Katulampa: 30 Cm/aman, cuaca mendung

2. PA Pos Depok: 120 Cm/aman, cuaca hujan

3. PA Manggarai: 680 Cm/aman, cuaca gerimis

4. PA Karet: 460 Cm/waspada, cuaca gerimis

5. PA Pos Krukut Hulu: 130 Cm/aman, cuaca gerimis

6. PA Pos Pesanggrahan: 90 Cm/aman, cuaca hujan

7. PA Angke Hulu: 60 Cm/aman, cuaca gerimis

8. PA Waduk Pluit: 135 Cm/aman, cuaca gerimis

9. PA Pasar Ikan: 190 Cm (turun 10 Cm)/waspada, cuaca gerimis

10. PA Pos Cipinang Hulu: 80 Cm/aman, cuaca mendung tipis

11. PA Pos Sunter Hulu: 50 Cm/aman, cuaca mendung tipis

12. PA Pulo Gadung: 530 Cm/aman, cuaca hujan


Sementara itu, hujan di beberapa lokasi mulai mereda seperti di daerah Jakarta Selatan. Namun genangan air muncul di sejumlah jalan dan pemukiman yang menganggu aktivitas warga di beberapa titik di DKI Jakarta.




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(bal/fdn)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.






Foto Video Terkait











Sponsored Link


Twitter Recommendation



Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Tak Kunjung Didor Jaksa, Mereka Kembali Jualan Narkoba dari Balik Penjara






Silvester Obiek (edo/detikcom)


Jakarta - Seakan berkejaran dengan waktu, jaksa mempersiapkan eksekusi mati bagi puluhan terpidana gembong narkoba. Sebab mereka acapkali kembali menjual narkoba dari balik penjara.

Dalam catatan kejaksaan, 60-an terpidana mati gembong narkoba menanti dieksekusi. Gara-gara tidak kunjung dieksekusi mati, mereka kini menjual narkoba lagi. Berikut beberapa nama terpidana mati yang menjual narkoba lagi dari balik penjara sebagaimana dicatat detikcom, Minggu (1/2/2015):


1. Silvester Obiek

Silvester dijatuhi hukuman mati pada 11 September 2004. Setelah itu ia dijebloskan ke LP Nusakambangan. Gara-gara tidak dieksekusi mati, Silvester kembali mengoperasikan jejaringnya di luar penjara. Entah cara apa yang ia pakai sehingga bisa mengecoh para penjaga di LP Pasir Putih, Nusakambangan.


WN Nigeria itu ditangkap lagi pada 2012. Karena sudah dieksekusi mati, ia tidak diproses ke pengadilan. Setelah itu ia juga ditangkap lagi pada 14 Agustus 2014 karena terkait peredaran narkotika di Surabaya. Terakhir pada 25 Januari 2015 ia dibekuk terkait peredaran sabu 7,6 kg di Gunung Sahari, Jakarta Utara.


"Silvester sendiri memiliki track record buruk," kata Kepala BNN Komjen Anang Iskandar.


2. Benny Sudrajat

Pria yang juga dikenal dengan nama Oey Soey Pin itu divonis mati karena membangun pabrik ekstasi terbesar di Asia yang berlokasi di Cikande, Tangerang. Benny lalu dijatuhi hukuman mati baik pada tingkat pertama, kedua dan kasasi. Selain Benny, 8 orang juga dijatuhi hukuman mati di kasus itu. Mereka yaitu Iming Santoso alias Budhi Cipto, Zhang Manquan, Chen Hongxin, Jian Yuxin, Gan Chunyi, Zhu Xuxiong, Nicolaas Garnick Josephus Gerardus dan Serge Areski Atlaoui.


Karena tidak kunjung ditembak mati, diam-diam Benny kembali membangun jaringannya dari balik sel LP Pasir Putih, Nusakambangan. Lewat kaki tangannya, Benny bisa kembali membangun kerajaan bisnis haram itu di Pamulang, Tangerang dan Palasari, Cipanas, Cianjur, pada 2009. Next



Halaman 1 2




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(asp/fdn)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.






Foto Terkait




Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Syafi'i Maarif Sebut Keppres Tim 9 Tak Penting

Minggu, 01/02/2015 13:10 WIB


Bagus Kurniawan - detikNews





Tim 9




Yogyakarta, - Ketua Tim Independen/ Tim 9 Ahmad Syafi'i Maarif menegaskan timnya tidak mempersoalkan ketiadaan Keputusan Presiden (Keppres). Syafii menyebut Tim 9 hanya fokus memberi masukan kepada Presiden Joko Widodo terkait kisruh KPK-Polri.

"Ada keppres atau tidak itu nggak penting. Kita tetap (jalan-red)," kata Buya Syafii panggilan akrabnya di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), Minggu (1/2/2015).


Menurut dia, tugas pokok Tim 9 sudah menyampaikan masukan kepada presiden. "Pokoknya sudah kita sampaikan untuk bangsa. Kita nggak maksa-maksa itu. tapi publik sudah kita pengaruhi dan kita sudah sampaikan itu," sambungnya.


Masukan Tim 9 kepada presiden di antaranya meminta Presiden tidak melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri karena berstatus tersangka. Presiden juga diminta mendorong penegak hukum berstatus tersangka untuk mengundurkan diri.


"Presiden seyogyanya menghentikan segala upaya yang diduga kriminalisasi personel penegak hukum siapapun, baik Polri maupun KPK dan masyarakat pada umumnya," begitu masukan lainnya yang disampaikan Tim 9 saat bertemu Jokowi di Istana Negara pada Rabu (28/1)




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(bgs/fdn)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.








Foto Video Terkait











Sponsored Link


Twitter Recommendation



Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Walah, Sepasang Kekasih di Pekanbaru Kompak Mencuri untuk Modal Nikah





Sepasang kekasih pelaku pencurian (Foto: Chaidir AT/detikcom)

Pekanbaru - Sepasang kekasih di Pekanbaru ditangkap pihak kepolisian karena mencuri. Kedua tersangka mengaku, barang curian untuk modal menikah. Walah!

Sepasang kekasih yang ditetapkan tersangka itu adalah Septihardi (44) dan Widia Wati (36) warga Jalan Cipta Karya Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan, Pekanbaru.


"Dari tangan tersangka berhasil kita amankan barang bukti hasil curian, berupa HP, Laptop dan tas sandang," kata Kapolsek Bukit Raya Kompol Dalizon melalui Kanit Reskrim Iptu Arry Prasetyo kepada wartawan, Minggu (1/2/2015).


Arry menjelaskan, kedua tersangka ini melakukan pencurian di sejumlah kamar kos. Salah satu korbannya yang membuat laporan kehilangan adalah Selviani (20), karyawan apotek.


"Dalam laporannya korban mengaku kamar kosnya dibobol maling. Korban merasa curiga, karena sebelumnya sepasang kekasih itu berpura-pura tanya alamat. Dari laporan itu kita menyelidiki ciri-ciri keduanya dan akhirnya berhasil kita bekuk," kata Arry.


Di hadapan penyidik, lanjut Arry, kedua tersangka mengakui perbuatannya. Malah aksinya tidak hanya sekali itu saja. Namun sebelum ketangkap sudah tiga kali melakukan hal yang sama.


"Alasannya hasil curian itu untuk modal menikah. Tersangka Widia Wati merupakan residivis dalam kasus narkoba ," kata Arry.


Kini kedua tersangka berikut barang buktinya diamankan di Mapolsek Bukit Raya, guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.


"Keduanya akan di jerat dengan Pasal 363 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun penjara," tutup Arry.




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(cha/try)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.






Foto Video Terkait




Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Melihat Lagi Inkonsistensi Polri Soal Praperadilan Status Tersangka









Jakarta - Mabes Polri melayangkan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan. Padahal, tahun 2009 lalu, saat konflik Cicak vs Buaya, Polri jelas-jelas menyebut penetapan tersangka tak bisa digugat lewat praperadilan. Inkonsistensi?

Tahun 2009 silam, di tengah panasnya konflik KPK vs Polri yang disebut Cicak vs Buaya, Mabes Polri menerima gugatan praperadilan dari LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) atas penetapan tersangka wakil ketua KPK nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Polri digugat karena penetapan tersangka atas Bibit dan Chandra dianggap tak sesuai aturan.


Apa jawaban Polri saat itu?


"Berdasarkan pasal 77 KUHAP, praperadilan tidak punya kompetensi untuk menguji penetapan tersangka," kata Kuasa Hukum Mabes Polri Iza Fadli usai membacakan jawaban atas gugatan MAKI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Senin (5/10/2009).


Lima tahun dua bulan kemudian, tepatnya pada 19 Januari 2015, Mabes Polri mengajukan gugatan atas status tersangka Kalemdikpol Komjen Budi Gunawan oleh KPK. Gugatan praperadilan ini dilayangkan untuk menguji penetapan tersangka Komjen Budi, mirip seperti gugatan yang dilayangkan oleh MAKI.


"Sudah dilayangkan kemarin. Nanti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa," kata Kepala Divisi Pembinaan Hukum Irjen Moechgiyarto, saat dihubungi detikcom, Selasa (20/1/2015).


Pakar hukum tata negara Profesor Denny Indrayana menyebut Polri tak konsisten dengan mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka Komjen Budi. "Inkonsistensi!" ujar Prof Denny di akun twitter @dennyindrayana yang dikutip detikcom, Minggu (1/2/2015).


Persidangan praperadilan itu akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan hakim tunggal Sarpin Rizaldi. Persidangan perdana akan digelar Senin (2/2) besok.


Sejumlah pakar hukum meyakini gugatan Mabes Polri ini tak akan diterima Pengadilan Jakarta Selatan. Alasannya seperti jawaban Polri atas gugatan MAKI lima tahun silam, sesuai Pasal 77 KUHAP, praperadilan tak punya kompetensi untuk menguji penetapan tersangka.




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(trq/try)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.








Foto Video Terkait




Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Sempat Dar-der-dor, Begini Penangkapan Dramatis 3 Begal Motor di Depok





Barang bukti yang disita polisi dari pelaku (Foto: Hendrik IR/detikcom)

Depok - 3 Orang yang diduga begal motor di Depok dibekuk polisi. Penangkapan diwarnai aksi kejar-kejaran dan tembakan. Seperti apa prosesnya?

Penangkapan dilakukan di Jl Boulevard, Sukmajaya, Depok, Minggu (1/2/2015) sekitar pukul 03.00 WIB. Saat itu, 8 polisi dengan 4 sepeda motor berpatroli dan berpapasan dengan pelaku yang sudah teridentifikasi. 5 Pelaku yang mengendarai 3 sepeda motor langsung melarikan diri.


"Sempat kita lepaskan tembakan (peringatan) sehingga ada yang menyerah," kata Kapolsek Sukmajaya Kompol Agus Widodo kepada detikcom.


Agus menambahkan, pihaknya tidak menembak langsung ke tersangka karena khawatir mengenai warga. 3 Pelaku menyerah, sedangkan 2 lainnya kabur. Ketiga pelaku yang menyerahkan diri adalah DF (18), IM (17), dan AI (18), warga Kota Depok. Mereka diamankan ke Polsek Sukmajaya.


Dari penangkapan ini, polisi menyita motor Honda CBR nopol F 6933 JO, 1 pisau sangkur, dan 1 besi pemukul. Motor CBR tersebut diketahui merupakan hasil curian milik warga Cipayung, Sukmajaya, Suherman (22).


"Mereka juga mengaku merampas motor seorang perempuan (Kartumi) di Jalan Krukut, Limo, Sabtu kemarin," sebut Agus sambil menyebutkan pihaknya masih terus mendalami keterangan tersangka.




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(try/try)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.






Foto Terkait




Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Polri: Sudah Jadi Kewajiban Saksi atau Tersangka Penuhi Panggilan Penyidik KPK





Irjen Ronny Sompie/kiri (Foto:Agung Pambudhy/detikFoto)

Jakarta - Mabes Polri kembali menegaskan institusinya menghormati proses hukum yang dilakukan KPK terhadap Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) Komjen Budi Gunawan. Polri disebut tidak pernah berupaya menghalangi pemeriksaan terhadap para perwiranya.

"Yang perlu diketahui oleh masyarakat, bahwa Mabes Polri sangat menghormati penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK," ujar Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Ronny Franky Sompie saat dihubungi Minggu (1/2/2015).


Ronny juga menegaskan tidak ada surat telegram rahasia (TR) yang disebut-sebut berisi instruksi agar para perwira yang menjadi saksi perkara rekening gendut Komjen Budi tidak memenuhi panggilan penyidik KPK.


"Tidak pernah ada surat telegram yang dikeluarkan untuk menghalangi para saksi yg dipanggil KPK menghadiri panggilan tersebut. Sudah menjadi kewajiban bagi setiap saksi atau tersangka untuk melakukan kewajiban hukumnya sesuai prosedur ketika dipanggil oleh penyidik KPK," tegas Ronny.


Dia mencontohkan kehadiran Kapolda Kaltim Irjen (Pol) Andayono ke KPK pada 22 Januari 2015 terkait perkara Komjen Budi. Namun pihak KPK menyebut kedatangan Andayono hanya untuk mendiskusikan penjadwalan ulang pemeriksaan (Baca: KPK: Kapolda Kaltim Belum Diperiksa, Hanya Diskusi Minta Penjadwalan Ulang)


"(Kehadiran Irjen Andayono, red) itu menjadi indikator, bahwa Pimpinan Polri tidak pernah menghalangi anggota Polri yang dipanggil oleh penyidik KPK," sambung dia.


Namun Ronny menuturkan setiap anggota Polri yang berurusan dengan hukum berhak menerima bantuan hukum sebagaimana diatur pada Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2005


"Oleh karena itu, hak menerima bantuan hukum tersebut harus diberikan oleh institusi Polri, diminta ataupun tidak diminta. Kewajiban institusi Polri untuk memberikan bantuan hukum kepada setiap anggota Polri yang membutuhkannya, tidak boleh diberikan dengan cara melanggar hukum," papar Ronny.




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(fdn/try)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.






Foto Video Terkait




Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Syafi'i Ma'arif: Presiden Bukan Pengecut, Hanya Cari Momen yang Tepat

Minggu, 01/02/2015 12:10 WIB


Sukma Indah Permana - detikNews





Dok Detikcom




Yogyakarta - Tim 9 berharap agar seluruh pihak memberikan ruang dan waktu kepada Presiden Joko Widodo untuk memberikan keputusan yang paling tepat. Ketua Tim 9 Ahmad Syafi'i Ma'arif yakin Jokowi sedang mencari momen yang tepat.

"Saya rasa Presiden bukan pengecut. Presiden sedang mencari momentum yang tepat, bertindak tepat,"‎ kata Buya, panggilan Ahmad Syafi'i Ma'arif.


Hal ini disampaikan Buya kepada wartawan usai menghadiri‎ Diskusi Kebangsaan Mengatasi Krisis Kebangsaan‎ di Balairung UGM, Yogyakarta, Minggu (1/2/2015).


Sekretaris Tim 9, Hikmahanto Juwono yang ada di lokasi tersebut menyatakan jangan sampai ‎ada yang meremehkan kecerdasan presiden dalam memecahkan masalah ini.


"Jangan underestimated terhadap kecerdasan presiden. Kita semua beri dukungan, apa yang bisa kita lakukan,"‎ tuturnya.


Mereka menyadari Jokowi mendapatkan masukan dari banyak pihak termasuk Prabowo dan Habibie.


"Beliau mendapat masukan-masukan itu. Harus diberikan ruang kepada presiden untuk memberi keputusan yang terbaik," imbuhnya.




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(sip/try)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.








Foto Video Terkait











Sponsored Link


Twitter Recommendation



Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Kumpul di UGM, Ini 7 Seruan Akademisi Nasional soal Kisruh KPK vs Polri





(Foto: Sukma Indah Permana/detikcom)




Yogyakarta - Akademisi nasional menyumbang suara terkait kekisruhan antara KPK dan Polri. Forum Rektor Indonesia, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia, sejumlah mahasiswa UGM, menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah cepat dan tegas terkait hal itu.

Sejumlah rektor yang hadir di antaranya Rektor UGM Prof Dwikorita Karnawati, Rektor UNY Prof Dr Rochmat Wahab, dan Rektor UNS Prof Dr Ravik Karsidi. Tak hanya itu, sejumlah guru besar dan dosen dari universitas-universitas tersebut juga hadir dan menyuarakan dukungan kepada upaya pemberantasan korupsi ini.


Terdapat 7 poin seruan yang dibacakan oleh ‎Guru Besar Hubungan Internasional UGM Prof Dr Mochtar Masoed MA PhD. Pertama, mereka mendukung sepenuhnya janji presiden agar terikat oleh perintah konstitusi dan kepentingan rakyat.


"Karenanya kami menyerukan kepada seluruh komponen bangsa untuk mendukung janji mulia Presiden tersebut dengan tidak mengganggu kepemimpinan nasional, dan memberikan keleluasaan kepada Presiden untuk mengambil tindakan-tindakan mandiri demi kepentingan negara dan rakyat Indonesia," seru Mochtar di Balairung UGM, Yogyakarta, Minggu (1/2/2015).


Kedua, mereka memberikan jaminan kepada Presiden bahwa sistem kepresidenan dibangun atas dasar sistem presidential yang kuat dan sistem hukum yang kokoh. Sehingga pemakzulan kepada presiden adalah hal yang tidak mendasar.


Karenanya, menurut mereka presiden dapat lebih berani dan Mandiri untuk mengambil sikap karena konstitusi dan sistem hukum melindungi presiden dari kesewenang-wenangan kepentingan segelintir golongan.


"Ketiga, kami menyerukan kepada presiden untuk mengambil langkah cepat dan tegas, terutama terkait dengan kekosongan Kapolri, agar masalah tidak berlarut-larut," imbuhnya.Next



Halaman 1 2




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(sip/try)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.








Foto Video Terkait




Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com


Kompolnas Terima Masukan 9 Nama Calon Kapolri Baru, Siapa Saja?









Jakarta - Kompolnas masih menunggu putusan praperadilan kasus Komjen Budi Gunawan. Meski demikian, sudah banyak masyarakat yang memberi masukan nama-nama calon kapolri baru.

"Banyak sekali calon-calon yang diusulkan, termasuk Pak Budi Waseso. Ada juga Pak Irwasum Komjen Dwi Priyatno, Kabaharkam Komjen Putut Eko Bayuseno, Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, Kapolda Jawa Timur Irjen Anas Yusuf, Kadiv Propam Irjen Syafruddin, Kapolda Sumut Irjen Eko Hadi Sutedjo, Kapolda Metro Jaya Irjen Unggung Cahyono, dan Kepala BNN Komjen Anang Iskandar," papar Komisioner Kompolnas Edi Hasibuan saat dihubungi, Minggu (1/2/2015).


Edi mengatakan nama-nama itu belum akan diproses jadi calon kapolri baru oleh Kompolnas. Edi dan rekan-rekannya masih akan menunggu putusan praperadian terhadap Komjen Budi.


"Kalau misalnya menang, kita harus ikuti langkah hukum. Kalau kalah, kita menyiapkan langkah antisipasi," ujarnya.


Komjen Budi Gunawan mengajukan praperadilan atas status tersangka dugaan suap yang disematkan KPK padanya. Persidangan praperadilan itu akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan hakim tunggal Sarpin Rizaldi. Persidangan perdana akan digelar Senin (2/2) besok.


Sejumlah ahli hukum meyakini pengajuan gugatan praperadian Komjen Budi ini tak akan diterima. Sebab, sesuai Pasal 77 KUHAP, status tersangka tak bisa digugat ke praperadilan.




Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(trq/try)


Setelah eksekusi 6 terpidana mati narkoba, dua negara menarik duta besarnya. Bagaimana perkembangan terkini? Simak di sini.








Foto Video Terkait




Redaksi: redaksi[at]detik.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com