Kamis, 12/02/2015 12:05 WIB
Halaman 1 dari 2
Kasus bermula dari penyidikan terkait laporan transaksi keuangan mencurigakan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2007. Kurun waktu itu terdapat lalu lintas keuangan yang mencurigakan dengan modus pembelian polis senilai Rp 11,4 miliar. Enam polis atas nama Heru sebesar Rp 4,9 miliar dan sisanya atas nama istrinya. Saat itu Heru menjadi pegawai fungsional pemeriksa dokumen di Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta.
Pada 29 Oktober 2013, Polri menangkap Heru yang telah menjadi Kepala Sub-Direktorat Ekspor Ditjen Bea dan Cukai dan menahannya di sel Bareskrim Mabes Polri. Ia disangka menerima suap dari importir. Dari penangkapan Heru, polisi menyita delapan rumah yang diduga merupakan hasil suap.
Pada 16 Juni 2014, Pengadilan Tipikor Jakarta dalam perkara Nomor 26/http://ift.tt/1rDuzvY menjatuhkan pidana penjara selama 6,5 tahun penjara kepada Heru. Selain itu, Heru juga didenda Rp 200 juta subsider 6 bulan dan seluruh harta hasil kejahatan dirampas untuk negara.
Atas vonis itu, Heru mengajukan banding dan kasasi. Apa kata MA?
"Menolak perbaikan kasasi terdakwa dan menolak kasasi jaksa," demikian lansir panitera MA dalam websitenya, Kamis (12/2/2015).
Perkara nomor 2236 K/PID.SUS/2014 itu diketuai ketua majelis Artidjo Alkostar dengan anggota M Askin dan MS Lumme dan diketok pada 10 Februari 2015.Next
Indonesia jadi surga pelaku pedopilia dunia. Saksikan di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB
(asp/nrl)
Foto Terkait
Twitter Recommendation
Redaksi: redaksi[at]detik.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar